Minggu, 20 Juli 2008

Mengevaluasi diri berdasarkan Al Quran (1)

MIPA, banyak kenangan yang aq lewati di dalamnya, susah, senang, gundah, bahagia, sedih, macem2 lah intinya. Sama halnya ketika qta dalam kehidupan di dunia ini. Namun satu yang pasti kenangan akan menjadi indah bila kita mampu memaknainya dengan baik dan benar, bukan hanya sebatas kisah masa lalu yang tidak berarti, namun lebih merupakan sebuah pelajaran yang harusnya dapat kita ambil karena adanya pengalaman.

Bukan hanya pertemanan atau pun permusuhan, kolaborasi atau pun skandal, simbiosis mutualisme atau pun parasitisme, banyak sekali hikmah yang harusnya menginternalisasi sacara masiv ke dalam kepribadian kita. Selaku mantan wasekum P3A yang begitu tenar di jamannya (ehm..ehm) saya merasa sedih melihat kondisi, realita yang terjadi bukan hanya di komisariat MIPA, namun juga itu dirasakan pada tataran korkom SN, yang begitu tidak memiliki gairah (baca : ghirah) untuk mewujudkan sebuah visi dari organisasi yang telah berusia 51 tahun ini.

Entah kenapa, seakan-akan kesibukan akademis di kampus menjadi sebuah apologi utama akan ketidakberdayaan para kader HMI untuk menjalankan perputaran roda organisasi, stagnasi menjadi semakin nyata, yang seharusnya disadari sebagai sebuah permasalahan yang krusial. Saya menyadari bahwa, di saat menjabat sebagai wasekum P3A memiliki permasalahan yang sama tentang kebelummampuan untuk membagi dan menata waktu, sehingga cenderung untuk mengorbankan kuliah. Namun sebagai catatan, bukan HMI yang menjadi pemicu kesibukan, begitu banyaknya aktifitas di luar HMI yang seringkali menjadi prioritas yang sebenarnya juga kurang memliki manfaat positif.

Jalannya waktu, memang terasa begitu aneh, kadang kita merasa begitu cepat, kadang kita merasa waktu itu terhenti bila kita sedang dilanda kerinduan yang begitu hebat pada sang kekasih, menantikan perjumpaan yang tak kunjung tiba. Tapi, kebanyakan kita cenderung untuk terlena, terlebih bagi insan yang tidak memiliki orientasi dan life planing yang jelas, akan menjadi sangat mudah untuk terombang-ambing oleh faktor eksternal. Padahal seringkali kita meminta untuk ditunjukkan jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang diberi petunjuk, bukan jalan orang-orang yang tersesat. dan bukan pula jalan orang-orang yang dimurkai.

Lucunya kita tidak mengerti akan kaedah-kaedah yang ada akan adanya petunjuk, atau pula, kita tidak memahami apa yang dimaksud dengan petunjuk, sehingga kita sering kali mengabaikannya, padahal itu ada di depan mata. Sebagai umat yang mengaku Islam, harusnya sudah memiliki kesadaran akan adanya petunjuk yang jelas dan nyata, yaitu warisan dari kanjeng Nabi Muhammad SAW berupa Al Quran. Dalam hal ini, Al Quran merupakan sarana evaluasi terhadap setiap pembacaan, perasaan, pemikiran, perkataan, penulisan, dan perbuatan kita. Dimulai dari bagaimana cara kita memandang diri kita, orang lain, alam semesta, dan Tuhan, yang terintegrasi dalam kalimat Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, menanamkan kasih dan sayang untuk diri kita, untuk orang lain, untuk alam. ketika kita menyayangi diri kita, maka kita harusnya memahami kebutuhan kita (yang sering kali menjadi kabur ketika dibenturkan dengan keinginan). Untuk mampu memahami secara lebih jelas marilah kita senantiasa untuk mengkaji setiap ayat yang ada, mengkorelasikan antara ayat di Al Quran dengan ayat yang di alam. MIPA bukan tempat untuk bermalas-malasan, MIPA adalah tempat untuk mengembangkan setiap potensi yang ada dalam diri kalian, terutama potensi untuk berjamaah.
(bersambung......)

1 komentar:

arisQ mengatakan...

tulisan yang mantap cak j walaupun banyak kekurangannya ya nanti saya sempurnakanlah he............oya saya nunut woro-woro pada tgl 12-14 sept kom mipa akan ngadakan upgrading di lamongan rumahnya bani. harapannya pada momen tersebut banyak mas n mbak yang ikut sekalian kita dapat berkenalan dengan adik-adiknya yang baru n sekalian mbayari upgrading ato ngopi-ngopilah he..........suwun