Minggu, 17 Agustus 2008

17 + 1 Augustus 2008, mengevaluasi diri berdasarkan Al-Quran (3)

Merdeka!!!

Kalo Mas Ang lagi skeptis pasti bilang, iya ta....?
Entah bagaimana kebenaran tentang kemerdekaan kita ini, benarkah kita sudah merdeka?

Sudah sering menjadi bahan diskusi dan kajian yang terkait dengan kondisi bangsa yang semakin terpuruk, baik korkom SN maupun komisariat MIPA sendiri pun tidak menampakkan gelagat yang cukup positif. Terkesan pasif, diam, stagnasi, kuldesak, sama sekali tidak menunjukkan adanya komitmen keumatan dan kebangsaan.

Bapak Ketum, lagi ngapain nih?
Kabar kader-kadernya gimana, Pak?
Organisasi itu wadah bagi kita untuk belajar menata diri dengan seabrek-abrek aktifitas. Dik Aris ingat, cerita salah seorang kader yang bilang, "pegel aq, mas". Kader tersebut memiliki berbagai macam aktifitas, yang terhitung cukupbesar, mulai dari rapat SC untuk LK 1, ngerjain TA, kuliah, dll, dsb, dkk, yang intinya dia ngerasa ada beberapa kegiatan yang sebetulnya lebih merupakan buang-buang waktu, seperti rapat SC yang tak kunjung usai, akibat adanya keruwetan yang ditimbulkan oleh salah seorang oknum, yang seharusnya waktu itu bisa digunakan untuk mengerjakan TA.
Capek, letaknya itu ada pada mental, pikiran, perasaan, lebih merupakan faktor psikologis aja sebenarnya. Mensana incorporisano? dari dulu sebenarnya juga sudah banyak yang tau, kalo itu kebalik, harusnya di dalam jiwa yang kuat terdapat raga yang sehat. G jarang dari kita itu terjebak oleh asumsi, mindset, yang ada pada otak kita... Padahal sering kali itu tanpa pertimbangan dan pemikiran yang cukup komprehensif. Pernah lihat Naruto? Avatar? The A Team? MacGyver? Kita ini hidup di dunia riil, use your heart and mind, telaah lebih lanjut terhadap apapun yang terjadi. Hidup ini butuh kerja keras dan kerja cerdas, gunakan semua potensi yang kalian miliki. Berapa jumlah waktu yang kita buang dalam 1 hari?
Tujuan....
Orientasi......
Skala prioritas.......
Pembagian waktu.......
Seringkali menjadi sesuatu hal yang sering kali kita abaikan, tujuan kita hidup, tujuan kita berorganisasi, tujuan kita kuliah (kita....? sori, aq g termasuk y....?), tujuan kita merokok mungkin. Hayo... bagi yang perokok, apa sih tujuan kalian merokok? kebutuhan kah? kalo emang kebutuhan, butuh merokok agar..... atau jangan-jangan hanya karena kebiasaan saja? padahal kita tidak pernah memikirkan lebih lanjut tentang faedah merokok, dan menggunakan apologi yang muluk-muluk untuk membenarkan perbuatan kita. Yah... udah gak jamannya... kalo ngaku dewasa, sudah seharusnya jujur pada diri sendiri, apa benar...? Lanjtannya pikir sendiri ya!
Masih terkait dengan beberapa hal di atas, dalam beberapa hari lagi kita akan menyambut sebuah momen penting untuk lebih memantapkan iman kita. Dalam momen yang disebut puasa, jangankan merokok, makan dan minum aja lho dilarang. Salah satu hikmah penting adalah, sebenarnya kita diminta untuk merenungkan, seberapa besar kebutuhan kita untuk makan, minum, meluapkan emosi, dan berbagai hal yang membatalkan puasa yang lain.
Hemat saya (walaupun saya boros) itulah arti kemerdekaan yang hakiki, kita terbebas dari rutinitas, terbebas dari paradigma, terbebas dari mitos-mitos yang menyesatkan. Kita berpikir, merasa, berkata, bertindak, bersikap, karena tujuan dan orientasi yang jelas, dengan mengedepankan aspek kasih dan sayang, dengan dilandasi oleh perhitungan yang matang.
Seperti dalam surat Al Fatihah 3-4, arrahmanirrahim, maliki yaumiddin, berhitunglah - sebelum kamu dihitung...!

Kamis, 31 Juli 2008

Mengevaluasi diri berdasarkan Al Quran (2)

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi rabbil alamin,
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

Manusia, manusia, masih saja......
Seringkali kita merasa bersedih, kecewa bila setiap yang kita usahakan tidak membuahkan hasil sesuai dengan yang kita harapkan, dibutuhkan tingkat ketabahan dan keikhlasan tertentu untuk dapat menerima dengan lapang dada, bahkan dengan tetap mensyukuri setiap capaian kita, tentu saja harus disertai dengan evaluasi dari setiap hal yang telah kita kerjakan.
(Sesuai dengan judul tulisan ini)



Teringat sekali pada setiap malam, ketika Latihan Kader I dilaksanakan, evaluasi secara setia menjadi agenda penutup, dari peserta ke OC, peserta ke SC, OC ke peserta, dan SC ke peserta. Pasti ada yang dikeluhkan, terlebih soal makan, belum pernah saya melihat LK I yang tidak pernah mempermasalahkan tentang makanan, entah terlambat, lauknya g variatif, dll. Biasa, keterbatasan dana (iya ta?).

Tersambung dengan tulisan yang kemarin, bahwa MIPA merupakan tempat bagi kita untuk mengembangkan potensi berjamaah, maka alangkah indahnya bila evaluasi itu dilakukan dengan niatan agar hari esok akan lebih baik dari hari ini, sejam mendatang akan lebih baik dari sejam ini, bahkan sedetik lagi itu lebih baik dari detik ini, artinya harapannya agar kita semua bisa menjadi kader yang lebih progresif, syukur-syukur menjadi progresif revolusioner, bukan begitu dik Aris....

Alhamdulillahi rabbil alamin,
atas waktu yang diberikan kepada kita semua untuk sempat mengindra, meresapi, merenungkan, dan memahami setiap kekurangan yang ada. Dalam setiap kekecewaan, pasti memunculkan penyikapan yang beragam pada diri seseorang, sebenarnya lebih bersifat optional, apakah akan masa bodoh, dengan serta merta menganggap bahwa itu merupakan kehendak Tuhan; larut dalam kesedihan, dan terus menerus mendongkolkan di hati, kok bisa-bisanya (dalam istilahnya sinetron tuyul dan mbak yul) gagal maning, gagal maning, tanpa memikirkan kenapa kok bisa gagal, kenapa kok maning?!@#$%^. Sebagai seorang yang katanya organisatoris, terlebih kader HMI (baca : Harapan Masyarakat Indonesia) idealnya kita juga menjadikan hidup kita terorganisir, tersistematis, dan termetodekan, dengan jalan menanggapi sebuah ketidaksesuaian harapan dan hasil yang kita capai dengan sebuah proses evaluasi yang komprehensif, bukan hanya sekedar sebagai pengisi agenda acara.

mengevaluasi bukan dengan emosi, atau mungkin kekecewaan, tapi mengevaluasi dengan perjuangan (maksud-te?) Dalam setiap perjuangan dibutuhkan ghirah, spirit, semangat, semangat untuk belajar, untuk menjadi lebih baik, untuk mencapai tujuan yang diidam-idamkan. Dalam hal ini yang lebih dibutuhkan adalah sebuah keterbukaan pikiran dan kelapangan hati. Keterbukaan pikiran dan kelapangan artinya menyadari bahwa diri kita adalah manusia, tempat salah dan dosa, sudah menjadi sebuah keharusan ketika ada orang lain yang menyalahkan kita, dengan maksud untuk menguji apakah kebenaran yang kita pegang itu memang benar, berdasarkan sudut pandang, nilai, dan norma yang ada.

Beberapa bulan terakhir ini kita lihat di HMI cabang surabaya diadakan sebuah agenda evaluasi, tapi seperti biasalah, karena saya tidak mengikuti jadi saya tidak cukup kompeten untuk mengomentari kondisi atau apapun yang terjadi di dalam pleno. Semoga saja yang menjadi hasil evaluasi bisa diperbaiki, lebih disempurnakan, dan lebih mengarah ke mision kita yang indah...


Bersyukurlah masih ada yang mengingatkan....
Jangan jengkel bila ada yang mengevaluasi kita.....
Berterimakasihlah setelah kita dievaluasi, 
yang paling penting, kalo merasa salah segeralah bertobat....

Alhamdulillahi rabbil alamin.
(masih bersambung........)

Minggu, 20 Juli 2008

Mengevaluasi diri berdasarkan Al Quran (1)

MIPA, banyak kenangan yang aq lewati di dalamnya, susah, senang, gundah, bahagia, sedih, macem2 lah intinya. Sama halnya ketika qta dalam kehidupan di dunia ini. Namun satu yang pasti kenangan akan menjadi indah bila kita mampu memaknainya dengan baik dan benar, bukan hanya sebatas kisah masa lalu yang tidak berarti, namun lebih merupakan sebuah pelajaran yang harusnya dapat kita ambil karena adanya pengalaman.

Bukan hanya pertemanan atau pun permusuhan, kolaborasi atau pun skandal, simbiosis mutualisme atau pun parasitisme, banyak sekali hikmah yang harusnya menginternalisasi sacara masiv ke dalam kepribadian kita. Selaku mantan wasekum P3A yang begitu tenar di jamannya (ehm..ehm) saya merasa sedih melihat kondisi, realita yang terjadi bukan hanya di komisariat MIPA, namun juga itu dirasakan pada tataran korkom SN, yang begitu tidak memiliki gairah (baca : ghirah) untuk mewujudkan sebuah visi dari organisasi yang telah berusia 51 tahun ini.

Entah kenapa, seakan-akan kesibukan akademis di kampus menjadi sebuah apologi utama akan ketidakberdayaan para kader HMI untuk menjalankan perputaran roda organisasi, stagnasi menjadi semakin nyata, yang seharusnya disadari sebagai sebuah permasalahan yang krusial. Saya menyadari bahwa, di saat menjabat sebagai wasekum P3A memiliki permasalahan yang sama tentang kebelummampuan untuk membagi dan menata waktu, sehingga cenderung untuk mengorbankan kuliah. Namun sebagai catatan, bukan HMI yang menjadi pemicu kesibukan, begitu banyaknya aktifitas di luar HMI yang seringkali menjadi prioritas yang sebenarnya juga kurang memliki manfaat positif.

Jalannya waktu, memang terasa begitu aneh, kadang kita merasa begitu cepat, kadang kita merasa waktu itu terhenti bila kita sedang dilanda kerinduan yang begitu hebat pada sang kekasih, menantikan perjumpaan yang tak kunjung tiba. Tapi, kebanyakan kita cenderung untuk terlena, terlebih bagi insan yang tidak memiliki orientasi dan life planing yang jelas, akan menjadi sangat mudah untuk terombang-ambing oleh faktor eksternal. Padahal seringkali kita meminta untuk ditunjukkan jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang diberi petunjuk, bukan jalan orang-orang yang tersesat. dan bukan pula jalan orang-orang yang dimurkai.

Lucunya kita tidak mengerti akan kaedah-kaedah yang ada akan adanya petunjuk, atau pula, kita tidak memahami apa yang dimaksud dengan petunjuk, sehingga kita sering kali mengabaikannya, padahal itu ada di depan mata. Sebagai umat yang mengaku Islam, harusnya sudah memiliki kesadaran akan adanya petunjuk yang jelas dan nyata, yaitu warisan dari kanjeng Nabi Muhammad SAW berupa Al Quran. Dalam hal ini, Al Quran merupakan sarana evaluasi terhadap setiap pembacaan, perasaan, pemikiran, perkataan, penulisan, dan perbuatan kita. Dimulai dari bagaimana cara kita memandang diri kita, orang lain, alam semesta, dan Tuhan, yang terintegrasi dalam kalimat Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, menanamkan kasih dan sayang untuk diri kita, untuk orang lain, untuk alam. ketika kita menyayangi diri kita, maka kita harusnya memahami kebutuhan kita (yang sering kali menjadi kabur ketika dibenturkan dengan keinginan). Untuk mampu memahami secara lebih jelas marilah kita senantiasa untuk mengkaji setiap ayat yang ada, mengkorelasikan antara ayat di Al Quran dengan ayat yang di alam. MIPA bukan tempat untuk bermalas-malasan, MIPA adalah tempat untuk mengembangkan setiap potensi yang ada dalam diri kalian, terutama potensi untuk berjamaah.
(bersambung......)

Kamis, 17 Juli 2008

SEJARAH HMI

Sejarah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
A. DEFINISI SEJARAH
Sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.

B. LATAR BELAKANG SEJARAH BERDIRINYA HMI
Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI. Situasi Dunia Internasional Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita. Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW. Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain. Situasi NKRI Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal : Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya. Missi dan Zending agama Kristiani. Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme. Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya. Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sistem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahasiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

C. BERDIRINYA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
Latar Belakang Pemikiran Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah. Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat. Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947 Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan" Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain: Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain : Lafran Pane (Yogya), Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Maisaroh Hilal (Singapura), Suwali, Yusdi Ghozali (Semarang), Mansyur, Siti Zainah (Palembang), M. Anwar (Malang), Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang), Baidron Hadi (Yogyakarta). Faktor Pendukung Berdirinya HMI Posisi dan arti kota Yogyakarta: Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan Pusat Gerakan Islam Kota Universitas/ Kota Pelajar Pusat Kebudayaan Terletak di Central of Java. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi) Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik). Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir Ummat Islam Indonesia mayoritas Faktor Penghambat Berdirinya HMI Munculnya reaksi-reaksi dari : Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) Gerakan Pemuda Islam (GPII) Pelajar Islam Indonesia (PII) Fase-Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947) Sudah diterangkan diatasFase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun '64-'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta. Fase Tantangan (1964 - 1965)Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb. Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru. Fase Pembangunan (1969 - 1970)Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 di mana secara relatif masalah- masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara di sisi lain, persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema. Billahittaufiq wal hidayah, Wassalamualaikum war. wab.